Benda-benda biasa umumnya berbentuk sebagai padatan, cairan, atau gas. Pengamatan ini hampir tidak memerlukan perhatian, kita dapat memahaminya secara intuisi. Meskipun demikian, kita perlu untuk berusaha menerangkan sifat-sifat fisisnya, atau keadaan zat secara lebih terperinci.
Keadaan gas, adalah keadaan yang paling sederhana untuk dipahami dari ketiga bentuk tadi. Gas bisa dicirikan dengan berbagai cara. Semua gas akan memuai memenuhi ruangan dan akan menyerupai bentuk ruang tempatnya berada. Semua zat yang bersifat gas dapat berbaur dengan sesamanya dan akan bercampur dalam segala perbandingan, karena itu semua campuran gas adalah larutan yang homogen. Gas tidak kasat mata dalam arti bahwa tidak ada partikel-partikel gas yang dapat dilihat. Beberapa gas berwarna, seperti misalnya gas klor (kuning kehijau-hijauan), brom (merah kecoklat-coklatan), dan iod (ungu), beberapa diantaranya mudah meledak seperti misalnya hidrogen; dan beberapa diantaranya secara kimiawi bersifat lembam (inert), seperti misalnya helium, nitrogen dan neon.
Empat sifat dasar yang menentukan tingkah laku fisis dari gas adalah banyaknya molekul gas, volume gas, suhu, dan tekanan. Apabila nilai-nilai numeris tiga besaran sifat gas diketahui, maka dapat dihitung nilai besaran sifat gas yang keempat. Perhitungan ini bisa diselesaikan melalui persamaan matematis yang disebut persamaan keadaan. Pada prinsipnya semua atau paling tidak beberapa sifat gas lainnya dapat dihitung melalui persamaan keadaan.
Senin, Juli 30, 2007
Jumat, Juli 27, 2007
Mengejar matahari terbit Bromo
Indahnya pemandangan Bromo kala sang fajar menyingsing diiringi terbitnya mentari pagi di ufuk timur telah melegenda ke seluruh pelosok negeri. Setiap hari, saat sang surya mulai bersinar, puncak penanjakan selalu ramai dipenuhi jiwa-jiwa yang haus akan keindahan.
Pamor dan reputasi Bromo yang begitu dahsyat seperti yang dilukiskan di atas sebenarnya telah lama memanggil jiwa saya untuk datang ke sana. Bahkan sejak pertama kali kaki ini menginjak bumi Surabaya 4 tahun yang lalu, keinginan untuk mengunjungi Bromo sudah muncul dengan kuatnya di hati saya. Namun tampaknya keinginan untuk menikmati terbitnya mentari di Bromo baru dapat terpenuhi akhir bulan Mei kemarin, saat istri saya datang ke Surabaya untuk yang ketiga kalinya.
Perjalanan saya dan istri saya ke Bromo bulan Mei 2007 yang lalu pun sebenarnya bukan perjalanan yang direncanakan. Tujuan utama istri saya datang ke Surabaya adalah untuk melihat rumah yang kami pesan di Puri Surya Jaya (baca posting ini), sehingga istri saya tidak membawa persiapan khusus dari Jakarta untuk dibawa ke Bromo seperti jaket atau baju hangat lainnya.
Ide untuk menyambangi obyek wisata terkenal di Jawa Timur tersebut tiba-tiba saja muncul di benak saya sehari sebelum kedatangan istri saya. Hari itu, Jum’at 25 Mei 2007 sore, ketika ide untuk pergi ke Bromo tiba-tiba ada di benak saya, saya langsung berusaha mencari penginapan di Cemoro Lawang, pintu gerbang kawasan wisata Bromo untuk hari Sabtu keesokan harinya. Di Cemoro Lawang sendiri sebenarnya banyak pilihan penginapan mulai dari yang seharga Rp. 40.000,- per malam sampai yang seharga Rp. 600.000,- per malam.
Mungkin karena dilakukan mendadak dan akhir pekan memang waktu favorit untuk mengejar matahari terbit Bromo, hampir semua penginapan yang saya hubungi lewat telepon sudah full booking. Untungnya saya masih mendapatkan tempat di Hotel Bromo Permai I di Cemoro Lawang dengan tarif kamar Rp. 250.000,- untuk satu malam termasuk sarapan dan air panas.
Setelah urusan penginapan selesai, ada satu masalah lagi yang harus diatasi. Masalah kedua ini juga yang menyebabkan saya belum pernah sekalipun ke Bromo walau sudah tinggal di Surabaya selama 4 tahun yaitu saya tidak tahu bagaimana cara pergi ke Bromo. Akhirnya keesokan harinya, Sabtu pagi, sebelum saya berangkat menjemput istri saya di bandara Juanda Surabaya, saya kembali menghubungi Hotel Bromo Permai I untuk menanyakan cara menuju Bromo. Melalui telepon itu juga saya meminta bantuan kalau ada orang dari hotel yang dapat menjadi guide selama saya di Bromo. Saya lalu diperkenalkan dengan pak Yo, salah satu staf hotel yang biasa menjadi guide bagi tamu yang menginap di hotel tersebut.
Untuk mengunjungi Bromo, ada dua cara yang dapat kita tempuh. Yang pertama adalah dengan menggunakan jasa tour & travel. Biasanya ada dua paket yang bisa kita pilih untuk pergi ke Bromo, yaitu paket overnight dan paket tour tengah malam. Pada paket overnight peserta tour akan dijemput untuk berangkat di siang hari dari Surabaya dan tiba sore hari di Bromo untuk beristirahat sampai dibangunkan pada dini hari keesokan harinya (biasanya pukul 03.00 WIB) dan diantar untuk menikmati matahari terbit Bromo dari puncak Penanjakan. Paket overnight ini biasanya ditawarkan dengan harga sekitar Rp. 1.000.000,- per orang untuk minimal 2 orang peserta. Paket yang kedua dinamakan tour tengah malam dimana peserta tour akan dijemput untuk berangkat dari Surabaya pada pukul 00.00 WIB dan sampai di puncak penanjakan tepat pada waktu matahari akan terbit. Paket kedua ini biasanya dihargai sekitar Rp. 500.000,- per orang untuk minimal 2 orang peserta.
Cara kedua untuk mencapai Bromo adalah dengan menggunakan kendaraan umum. Cara ini lebih ekonomis dan sesuai untuk budget traveler seperti saya sehingga cara kedua inilah yang saya dan istri saya tempuh saat mengunjungi Bromo untuk pertama kalinya di bulan Mei yang lalu. Kurang nyaman memang, tapi sebanding dengan penghematan yang berhasil kami lakukan.
Walhasil, dengan modal sedikit nekat, Sabtu siang, setelah menaruh koper istri saya di kamar kost, kami sudah berada di angkot (MPU kalau di Surabaya) yang membawa kami ke terminal Bungurasih. Dari Bungurasih kami menumpang bis non AC jurusan Banyuwangi sampai terminal Probolinggo dengan tarif Rp. 18.000,- per orang. Perjalanan dari Bungurasih sampai Probolinggo memakan waktu 3-4 jam terutama karena bis sering berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang sehingga kami baru tiba di terminal Probolinggo pada pukul 17.30 WIB. dari terminal Probolinggo kami masih harus melanjutkan perjalanan sampai ke Cemoro Lawang dengan menggunakan colt L300 yang biasa mangkal di luar sisi kiri terminal. Tarif dari terminal sampai Cemoro Lawang adalah Rp. 15.000,- per orang pada siang hari dan Rp. 20.000,- per orang pada malam hari. Dari terminal Probolinggo sampai Cemoro Lawang dibutuhkan waktu 1,5 – 3 jam perjalanan dengan medan yang sangat menantang, menanjak curam dan berkelok-kelok.
Kami tiba di hotel pada pukul 20.00 WIB dan langsung menemui pak Yo untuk memesan jeep yang bisa disewa ke puncak Penanjakan keesokan harinya. Pada musim ramai kunjungan wisatawan seperti di akhir pekan, lebih baik kita menyewa jeep sesegera mungkin agar tidak sampai kehabisan. Harga sewa satu unit jeep termasuk dengan supirnya adalah Rp. 250.000,- dan bisa dimuati sampai dengan 6 orang penumpang. Setelah urusan dengan pak Yo selesai, kami memutuskan untuk beristirahat agar besok dapat menikmati matahari terbit tanpa harus menahan kantuk.
Dini hari, pukul 03.30 WIB, pak Yo sudah mengetuk pintu kamar membangunkan kami. Setelah bersiap-siap sejenak, kami langsung menuju puncak Penanjakan dengan jeep yang sudah disewa sebelumnya. Perjalanan diawali dengan menyebrangi lautan pasir Bromo yang masih berselimutkan malam yang gelap sehingga taburan bintang di langit terklihat sangat jelas dan indah. Selepas melewati lautan pasir, jeep yang kami tumpangi mulai melalui medan yang curam dengan beberapa kelokan yang cukup tajam sehingga dibutuhkan keahlian khusus untuk melaluinya.
Setibanya di puncak Penanjakan, kami tidak kuat menahan dinginnya udara yang menusuk sampai ke tulang sehingga kami memutuskan untuk menyewa jaket sebagai pelindung tambahan. Harga sewa jaket yang ditawarkan di puncak Penanjakan berkisar antara Rp. 10.000,- sampai Rp. 20.000,- tergantung kepada ketebalannya.
Mendekati puncak Penanjakan banyak terdapat warung-warung untuk sekedar meminum teh atau kopi panas pengusir dingin sebelum melihat matahari terbit. Selain itu, di puncak Penanjakan sendiri disediakan view point shelter yang merupakan tempat untuk menikmati matahari terbit.
Detik-detik menjelang terbitnya matahari, puncak Penanjakan sudah dipenuhi para wisatawan baik domestik maupun mancanegara, semua memandang ke satu titik di ufuk timur, menanti keindahan yang menyeruak bersama terbitnya sang mentari.
Saat ufuk timur mulai merona merah sampai terlihatnya bulatan sang mentari merupakan momen yang sangat indah (dan romantis) yang sulit untuk dilupakan. Ketika cahaya mentari pagi mulai menerangi Bromo dan sekitarnya, memunculkan keindahan yang sebelumnya disembunyikan oleh malam, dan mengusir lapisan-lapisan tipis kabut yang mengambang di atas lautan pasir Bromo yang luas, ketika itulah alam Bromo menunjukkan simfoni keindahan yang memukau.
Setelah matahari mulai tinggi, dan kami sudah memuaskan diri mengagumi keindahan Bromo dari puncak Penanjakan (dan tentu saja memuaskan dorongan narsisme kami dengan berfoto berkali-kali di sana), kami lalu kembali ke jeep untuk menuju ke lautan pasir di kaki gunung Bromo.
Pura Hindu di kaki gunung Bromo merupakan batas akhir perjalanan menuju puncak Bromo yang bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat. Dari sana kita bisa berjalan kaki atau menyewa kuda untuk sampai di nak tangga pertama yang menuju puncak Bromo dengan biaya sewa sebesar Rp. 50.000,- per orang pp. perjalanan ke puncak Bromo kemudian dilanjutkan dengan menapaki satu demi satu anak tangga yang tersedia di sana. Dengan cukup tersengal-sengal akhirnya kami berhasil mencapai puncak Bromo yang masih aktif dan berfoto di depan kawahnya yang mengepulkan asap tebal yang mengandung belerang.
Dari puncak Bromo, kami kembali ke hotel untuk sarapan dan mandi sebelum kembali ke Surabaya. Transportasi dari Bromo ke Surabaya juga sama dengan ketika berangkat, hanya saja dari terminal Probolinggo kami naik bis AC AKAS sampai Bungurasih hanya dengan membayar Rp. 12.000,- per orang sehingga kami mengambil kesimpulan bahwa untuk lebih menghemat biaya ketika berangkat dari Surabaya pilih bus yang tujuan akhirnya memang terminal Probolinggo bukan sampai Banyuwangi seperti yang kami tumpangi saat berangkat ke Bromo.
Pamor dan reputasi Bromo yang begitu dahsyat seperti yang dilukiskan di atas sebenarnya telah lama memanggil jiwa saya untuk datang ke sana. Bahkan sejak pertama kali kaki ini menginjak bumi Surabaya 4 tahun yang lalu, keinginan untuk mengunjungi Bromo sudah muncul dengan kuatnya di hati saya. Namun tampaknya keinginan untuk menikmati terbitnya mentari di Bromo baru dapat terpenuhi akhir bulan Mei kemarin, saat istri saya datang ke Surabaya untuk yang ketiga kalinya.
Perjalanan saya dan istri saya ke Bromo bulan Mei 2007 yang lalu pun sebenarnya bukan perjalanan yang direncanakan. Tujuan utama istri saya datang ke Surabaya adalah untuk melihat rumah yang kami pesan di Puri Surya Jaya (baca posting ini), sehingga istri saya tidak membawa persiapan khusus dari Jakarta untuk dibawa ke Bromo seperti jaket atau baju hangat lainnya.
Ide untuk menyambangi obyek wisata terkenal di Jawa Timur tersebut tiba-tiba saja muncul di benak saya sehari sebelum kedatangan istri saya. Hari itu, Jum’at 25 Mei 2007 sore, ketika ide untuk pergi ke Bromo tiba-tiba ada di benak saya, saya langsung berusaha mencari penginapan di Cemoro Lawang, pintu gerbang kawasan wisata Bromo untuk hari Sabtu keesokan harinya. Di Cemoro Lawang sendiri sebenarnya banyak pilihan penginapan mulai dari yang seharga Rp. 40.000,- per malam sampai yang seharga Rp. 600.000,- per malam.
Mungkin karena dilakukan mendadak dan akhir pekan memang waktu favorit untuk mengejar matahari terbit Bromo, hampir semua penginapan yang saya hubungi lewat telepon sudah full booking. Untungnya saya masih mendapatkan tempat di Hotel Bromo Permai I di Cemoro Lawang dengan tarif kamar Rp. 250.000,- untuk satu malam termasuk sarapan dan air panas.
Setelah urusan penginapan selesai, ada satu masalah lagi yang harus diatasi. Masalah kedua ini juga yang menyebabkan saya belum pernah sekalipun ke Bromo walau sudah tinggal di Surabaya selama 4 tahun yaitu saya tidak tahu bagaimana cara pergi ke Bromo. Akhirnya keesokan harinya, Sabtu pagi, sebelum saya berangkat menjemput istri saya di bandara Juanda Surabaya, saya kembali menghubungi Hotel Bromo Permai I untuk menanyakan cara menuju Bromo. Melalui telepon itu juga saya meminta bantuan kalau ada orang dari hotel yang dapat menjadi guide selama saya di Bromo. Saya lalu diperkenalkan dengan pak Yo, salah satu staf hotel yang biasa menjadi guide bagi tamu yang menginap di hotel tersebut.
Untuk mengunjungi Bromo, ada dua cara yang dapat kita tempuh. Yang pertama adalah dengan menggunakan jasa tour & travel. Biasanya ada dua paket yang bisa kita pilih untuk pergi ke Bromo, yaitu paket overnight dan paket tour tengah malam. Pada paket overnight peserta tour akan dijemput untuk berangkat di siang hari dari Surabaya dan tiba sore hari di Bromo untuk beristirahat sampai dibangunkan pada dini hari keesokan harinya (biasanya pukul 03.00 WIB) dan diantar untuk menikmati matahari terbit Bromo dari puncak Penanjakan. Paket overnight ini biasanya ditawarkan dengan harga sekitar Rp. 1.000.000,- per orang untuk minimal 2 orang peserta. Paket yang kedua dinamakan tour tengah malam dimana peserta tour akan dijemput untuk berangkat dari Surabaya pada pukul 00.00 WIB dan sampai di puncak penanjakan tepat pada waktu matahari akan terbit. Paket kedua ini biasanya dihargai sekitar Rp. 500.000,- per orang untuk minimal 2 orang peserta.
Cara kedua untuk mencapai Bromo adalah dengan menggunakan kendaraan umum. Cara ini lebih ekonomis dan sesuai untuk budget traveler seperti saya sehingga cara kedua inilah yang saya dan istri saya tempuh saat mengunjungi Bromo untuk pertama kalinya di bulan Mei yang lalu. Kurang nyaman memang, tapi sebanding dengan penghematan yang berhasil kami lakukan.
Walhasil, dengan modal sedikit nekat, Sabtu siang, setelah menaruh koper istri saya di kamar kost, kami sudah berada di angkot (MPU kalau di Surabaya) yang membawa kami ke terminal Bungurasih. Dari Bungurasih kami menumpang bis non AC jurusan Banyuwangi sampai terminal Probolinggo dengan tarif Rp. 18.000,- per orang. Perjalanan dari Bungurasih sampai Probolinggo memakan waktu 3-4 jam terutama karena bis sering berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang sehingga kami baru tiba di terminal Probolinggo pada pukul 17.30 WIB. dari terminal Probolinggo kami masih harus melanjutkan perjalanan sampai ke Cemoro Lawang dengan menggunakan colt L300 yang biasa mangkal di luar sisi kiri terminal. Tarif dari terminal sampai Cemoro Lawang adalah Rp. 15.000,- per orang pada siang hari dan Rp. 20.000,- per orang pada malam hari. Dari terminal Probolinggo sampai Cemoro Lawang dibutuhkan waktu 1,5 – 3 jam perjalanan dengan medan yang sangat menantang, menanjak curam dan berkelok-kelok.
Kami tiba di hotel pada pukul 20.00 WIB dan langsung menemui pak Yo untuk memesan jeep yang bisa disewa ke puncak Penanjakan keesokan harinya. Pada musim ramai kunjungan wisatawan seperti di akhir pekan, lebih baik kita menyewa jeep sesegera mungkin agar tidak sampai kehabisan. Harga sewa satu unit jeep termasuk dengan supirnya adalah Rp. 250.000,- dan bisa dimuati sampai dengan 6 orang penumpang. Setelah urusan dengan pak Yo selesai, kami memutuskan untuk beristirahat agar besok dapat menikmati matahari terbit tanpa harus menahan kantuk.
Dini hari, pukul 03.30 WIB, pak Yo sudah mengetuk pintu kamar membangunkan kami. Setelah bersiap-siap sejenak, kami langsung menuju puncak Penanjakan dengan jeep yang sudah disewa sebelumnya. Perjalanan diawali dengan menyebrangi lautan pasir Bromo yang masih berselimutkan malam yang gelap sehingga taburan bintang di langit terklihat sangat jelas dan indah. Selepas melewati lautan pasir, jeep yang kami tumpangi mulai melalui medan yang curam dengan beberapa kelokan yang cukup tajam sehingga dibutuhkan keahlian khusus untuk melaluinya.
Setibanya di puncak Penanjakan, kami tidak kuat menahan dinginnya udara yang menusuk sampai ke tulang sehingga kami memutuskan untuk menyewa jaket sebagai pelindung tambahan. Harga sewa jaket yang ditawarkan di puncak Penanjakan berkisar antara Rp. 10.000,- sampai Rp. 20.000,- tergantung kepada ketebalannya.
Mendekati puncak Penanjakan banyak terdapat warung-warung untuk sekedar meminum teh atau kopi panas pengusir dingin sebelum melihat matahari terbit. Selain itu, di puncak Penanjakan sendiri disediakan view point shelter yang merupakan tempat untuk menikmati matahari terbit.
Detik-detik menjelang terbitnya matahari, puncak Penanjakan sudah dipenuhi para wisatawan baik domestik maupun mancanegara, semua memandang ke satu titik di ufuk timur, menanti keindahan yang menyeruak bersama terbitnya sang mentari.
Saat ufuk timur mulai merona merah sampai terlihatnya bulatan sang mentari merupakan momen yang sangat indah (dan romantis) yang sulit untuk dilupakan. Ketika cahaya mentari pagi mulai menerangi Bromo dan sekitarnya, memunculkan keindahan yang sebelumnya disembunyikan oleh malam, dan mengusir lapisan-lapisan tipis kabut yang mengambang di atas lautan pasir Bromo yang luas, ketika itulah alam Bromo menunjukkan simfoni keindahan yang memukau.
Setelah matahari mulai tinggi, dan kami sudah memuaskan diri mengagumi keindahan Bromo dari puncak Penanjakan (dan tentu saja memuaskan dorongan narsisme kami dengan berfoto berkali-kali di sana), kami lalu kembali ke jeep untuk menuju ke lautan pasir di kaki gunung Bromo.
Pura Hindu di kaki gunung Bromo merupakan batas akhir perjalanan menuju puncak Bromo yang bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat. Dari sana kita bisa berjalan kaki atau menyewa kuda untuk sampai di nak tangga pertama yang menuju puncak Bromo dengan biaya sewa sebesar Rp. 50.000,- per orang pp. perjalanan ke puncak Bromo kemudian dilanjutkan dengan menapaki satu demi satu anak tangga yang tersedia di sana. Dengan cukup tersengal-sengal akhirnya kami berhasil mencapai puncak Bromo yang masih aktif dan berfoto di depan kawahnya yang mengepulkan asap tebal yang mengandung belerang.
Dari puncak Bromo, kami kembali ke hotel untuk sarapan dan mandi sebelum kembali ke Surabaya. Transportasi dari Bromo ke Surabaya juga sama dengan ketika berangkat, hanya saja dari terminal Probolinggo kami naik bis AC AKAS sampai Bungurasih hanya dengan membayar Rp. 12.000,- per orang sehingga kami mengambil kesimpulan bahwa untuk lebih menghemat biaya ketika berangkat dari Surabaya pilih bus yang tujuan akhirnya memang terminal Probolinggo bukan sampai Banyuwangi seperti yang kami tumpangi saat berangkat ke Bromo.
Tips memilih rumah
Memilih rumah bisa dikatakan gampang-gampang susah, mengingat harganya yang tidak bisa dikatakan murah dan biasanya juga akan digunakan seumur hidup maka diperlukan pertimbangan yang matang sebelum kita menjatuhkan pilihan kepada salah satu proyek perumahan yang kita incar. Berikut ini beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih sebuah rumah:
Faktor Internal
Yang termasuk dalam faktor internal ini adalah hal-hal yang terkait langsung dengan rumah yang kita incar diantaranya adalah fisik bangunan, utilitas, posisi rumah dari jalan utama, dan lingkungan dalam perumahan itu sendiri.
Penilaian terhadap fisik bangunan bisa kita tinjau dari eksterior, interior, maupun kualitas bangunannya. Dari sisi eksterior kita bisa menilai model rumah tersebut apakah minimalis atau klasik; seberapa banyak cahaya matahari yang dapat masuk ke dalam rumah; seberapa bagus sistem ventilasi udara yang disediakan sehingga menjamin pertukaran udara yang baik; kesan megah dan luas serta estetika atau keindahan bangunan yang terlihat saat kita memandang rumah tersebut; dan adakah sisa lahan di belakang kamar utama yang dapat kita kembangkan menjadi kamar mandi dalam misalnya. Dari sisi interior kita bisa mempertimbangkan layout denah yang ditawarkan, apakah menyebabkan ruangan terkesan sempit atau sebaliknya dan apakah perpindahan manusia dari satu ruang ke ruang lainnya dapat dengan mudah dilakukan, berapa jumlah kamar tidur yang sudah disediakan dan adakah kamar untuk pembantu; bagaimana dengan ketinggian plafon rumah, apakah cukup tinggi sehingga memperbesar kesan luas ruangan; bagaimana dengan jarak septictank dengan sumber, tandon, atau pipa air bersih, apakah sudah memenuhi syarat lebih dari 5 meter, bagaimana dengan volume septictank itu sendiri, volume yang besar tentu akan memperpanjang periode pengurasannya yang berarti lebih menghemat biaya. Dari segi kualitas bangunan, hal-hal yang harus kita perhatikan diantaranya adalah struktur bangunan, sudahkah bangunan tersebut dibangun dengan struktur beton bertulang; bagaimana pula pondasinya, ceker ayam atau batu kali, batu kali utuh atau batu kali belah, sudah memperhitungkan kekuatan jika kita ingin menambah lantai atau belum; kemudian apa bahan untuk dindingnya, hebel, bata merah, atau batako, dan adakah retak rambut pada dinding; bagaimana dengan dinding pemisah dengan rumah sebelah, sistem tunggal atau kopel; kayu apa yang digunakan untuk pintu dan kusen-kusen jendela, kamper oven kah, kamper non oven, meranti atau bahan lain; bahan apa yang digunakan untuk bak kamar mandi dan wastafel serta kloset; bahan apa yang digunakan untuk rangka atap, galvalum atau masih menggunakan kayu; jenis bahan plafon yang digunakan apakah sudah dari gypsum; gentengnya, beton, keramik, atau genteng biasa; dan terakhir finishingnya, bagus atau tidak.
Penilaian utilitas yang bisa kita lakukan diantaranya adalah ketersediaan air bersih, apakah sumbernya dari PDAM atau masih menggunakan sumur tanah; sudahkah jaringan listrik tersedia di sana dan berapa daya yang diberikan oleh developer; apakah jaringan telepon sudah siap sambung; adakah pipa distribusi gas bumi untuk perumahan di perumahan tersebut; bagaimana dengan sistem utilitasnya, apakah di atas tanah atau ditanam dalam tanah; terakhir bagaimana kerapihan utilitasnya seperti peletakan meter, pipa, valve, kabel dan lain-lain.
Dari posisi rumah dari jalan utama kita dapat menilai seberapa strategis tempat tersebut, apakah mudah dicapai dari jalan utama atau malah sebaliknya. Hal ini biasanya juga terkait dengan ketersediaan angkutan umum di sekitar tempat tersebut, semakin dekat dan mudah aksesnya dari jalan utama maka biasanya akan semakin banyak pula angkutan umum yang tersedia.
Lingkungan dalam perumahan yang dapat kita jadikan bahan pertimbangan diantaranya adalah ROW jalannya; jenis jalan lingkungan apakah beton, aspal, atau paving; fasilitas umum apa saja yang disediakan; sistem keamanannya, cluster atau non cluster, bagaimana akses masuk lingkungan terbatas atau bebas, dan adakah satpam yang disediakan developer serta berapa jumlahnya; bagaimana dengan kebersihan lingkungannya, apakah dikelola oleh developer atau tidak, bagaimana saluran pembuangan air kotornya, apakah lingkungan tersebut termasuk daerah rawan banjir, dan bagaimana penerangan jalannya.
Faktor Eksternal
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan terkait dengan faktor eksternal ini adalah jarak dan waktu tempuh dari lokasi perumahan tersebut ke tempat aktifitas kita sehari-hari, apakah melewati titik-titik kemacetan, adakah jalur alternatifnya; bagaimana transportasi umumnya; berapa jarak lokasi dengan tempat-tempat yang dianggap penting seperti pintu tol, pasar, tempat ibadah, rumah sakit, tempat-tempat makan dan hiburan, terminal bus antar kota, stasiun kereta api, bandara, dan kantor-kantor pemerintahan; bagaimana dengan tingkat polusi di sekitar tempat tersebut, biasanya untuk daerah yang dekat kawasan industri tingkat polusinya akan lebih tinggi; selanjutnya adalah apakah daerah di sekitar tempat itu bebas banjir; dan terakhir perhatikan juga faktor resiko bahaya yang mungkin mengancam seperti misalnya kalau di Sidoarjo adalah seberapa dekat perumahan tersebut dengan lokasi bencana semburan lumpur sidoarjo.
Faktor Legal
Biasanya faktor legal terlupakan oleh kita saat memilih rumah idaman, padahal faktor ini sangat penting untuk diperhatikan. Hal-hal yang perlu diperhatikan disini adalah jenis sertifikat tanah yang diberikan, apakah SHGB atau sudah SHM; bagaimana status tanah tersebut, jangan sampai terjebak membeli rumah di atas tanah sengketa atau yang sedang dijaminkan; perhatikan pula reputasi dan track record developernya, bisa dipercaya atau tidak.
Faktor Ekonomis
Akhirnya, setelah mempertimbangkan berbagai faktor di atas, faktor ekonomis inilah yang akan menentukan jadi tidaknya kita membeli rumah tersebut. Yang perlu jadi bahan pertimbangan adalah luas tanah dan bangunannya dibandingkan dengan harga yang ditawarkan serta kemampuan keuangan kita sendiri. Utamakan memilih luas tanah yang lebih besar dengan harga yang sama meskipun luas bangunannya lebih kecil, karena cepat atau lambat kita pasti akan merenovasi rumah yang kita tempati.
Faktor Internal
Yang termasuk dalam faktor internal ini adalah hal-hal yang terkait langsung dengan rumah yang kita incar diantaranya adalah fisik bangunan, utilitas, posisi rumah dari jalan utama, dan lingkungan dalam perumahan itu sendiri.
Penilaian terhadap fisik bangunan bisa kita tinjau dari eksterior, interior, maupun kualitas bangunannya. Dari sisi eksterior kita bisa menilai model rumah tersebut apakah minimalis atau klasik; seberapa banyak cahaya matahari yang dapat masuk ke dalam rumah; seberapa bagus sistem ventilasi udara yang disediakan sehingga menjamin pertukaran udara yang baik; kesan megah dan luas serta estetika atau keindahan bangunan yang terlihat saat kita memandang rumah tersebut; dan adakah sisa lahan di belakang kamar utama yang dapat kita kembangkan menjadi kamar mandi dalam misalnya. Dari sisi interior kita bisa mempertimbangkan layout denah yang ditawarkan, apakah menyebabkan ruangan terkesan sempit atau sebaliknya dan apakah perpindahan manusia dari satu ruang ke ruang lainnya dapat dengan mudah dilakukan, berapa jumlah kamar tidur yang sudah disediakan dan adakah kamar untuk pembantu; bagaimana dengan ketinggian plafon rumah, apakah cukup tinggi sehingga memperbesar kesan luas ruangan; bagaimana dengan jarak septictank dengan sumber, tandon, atau pipa air bersih, apakah sudah memenuhi syarat lebih dari 5 meter, bagaimana dengan volume septictank itu sendiri, volume yang besar tentu akan memperpanjang periode pengurasannya yang berarti lebih menghemat biaya. Dari segi kualitas bangunan, hal-hal yang harus kita perhatikan diantaranya adalah struktur bangunan, sudahkah bangunan tersebut dibangun dengan struktur beton bertulang; bagaimana pula pondasinya, ceker ayam atau batu kali, batu kali utuh atau batu kali belah, sudah memperhitungkan kekuatan jika kita ingin menambah lantai atau belum; kemudian apa bahan untuk dindingnya, hebel, bata merah, atau batako, dan adakah retak rambut pada dinding; bagaimana dengan dinding pemisah dengan rumah sebelah, sistem tunggal atau kopel; kayu apa yang digunakan untuk pintu dan kusen-kusen jendela, kamper oven kah, kamper non oven, meranti atau bahan lain; bahan apa yang digunakan untuk bak kamar mandi dan wastafel serta kloset; bahan apa yang digunakan untuk rangka atap, galvalum atau masih menggunakan kayu; jenis bahan plafon yang digunakan apakah sudah dari gypsum; gentengnya, beton, keramik, atau genteng biasa; dan terakhir finishingnya, bagus atau tidak.
Penilaian utilitas yang bisa kita lakukan diantaranya adalah ketersediaan air bersih, apakah sumbernya dari PDAM atau masih menggunakan sumur tanah; sudahkah jaringan listrik tersedia di sana dan berapa daya yang diberikan oleh developer; apakah jaringan telepon sudah siap sambung; adakah pipa distribusi gas bumi untuk perumahan di perumahan tersebut; bagaimana dengan sistem utilitasnya, apakah di atas tanah atau ditanam dalam tanah; terakhir bagaimana kerapihan utilitasnya seperti peletakan meter, pipa, valve, kabel dan lain-lain.
Dari posisi rumah dari jalan utama kita dapat menilai seberapa strategis tempat tersebut, apakah mudah dicapai dari jalan utama atau malah sebaliknya. Hal ini biasanya juga terkait dengan ketersediaan angkutan umum di sekitar tempat tersebut, semakin dekat dan mudah aksesnya dari jalan utama maka biasanya akan semakin banyak pula angkutan umum yang tersedia.
Lingkungan dalam perumahan yang dapat kita jadikan bahan pertimbangan diantaranya adalah ROW jalannya; jenis jalan lingkungan apakah beton, aspal, atau paving; fasilitas umum apa saja yang disediakan; sistem keamanannya, cluster atau non cluster, bagaimana akses masuk lingkungan terbatas atau bebas, dan adakah satpam yang disediakan developer serta berapa jumlahnya; bagaimana dengan kebersihan lingkungannya, apakah dikelola oleh developer atau tidak, bagaimana saluran pembuangan air kotornya, apakah lingkungan tersebut termasuk daerah rawan banjir, dan bagaimana penerangan jalannya.
Faktor Eksternal
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan terkait dengan faktor eksternal ini adalah jarak dan waktu tempuh dari lokasi perumahan tersebut ke tempat aktifitas kita sehari-hari, apakah melewati titik-titik kemacetan, adakah jalur alternatifnya; bagaimana transportasi umumnya; berapa jarak lokasi dengan tempat-tempat yang dianggap penting seperti pintu tol, pasar, tempat ibadah, rumah sakit, tempat-tempat makan dan hiburan, terminal bus antar kota, stasiun kereta api, bandara, dan kantor-kantor pemerintahan; bagaimana dengan tingkat polusi di sekitar tempat tersebut, biasanya untuk daerah yang dekat kawasan industri tingkat polusinya akan lebih tinggi; selanjutnya adalah apakah daerah di sekitar tempat itu bebas banjir; dan terakhir perhatikan juga faktor resiko bahaya yang mungkin mengancam seperti misalnya kalau di Sidoarjo adalah seberapa dekat perumahan tersebut dengan lokasi bencana semburan lumpur sidoarjo.
Faktor Legal
Biasanya faktor legal terlupakan oleh kita saat memilih rumah idaman, padahal faktor ini sangat penting untuk diperhatikan. Hal-hal yang perlu diperhatikan disini adalah jenis sertifikat tanah yang diberikan, apakah SHGB atau sudah SHM; bagaimana status tanah tersebut, jangan sampai terjebak membeli rumah di atas tanah sengketa atau yang sedang dijaminkan; perhatikan pula reputasi dan track record developernya, bisa dipercaya atau tidak.
Faktor Ekonomis
Akhirnya, setelah mempertimbangkan berbagai faktor di atas, faktor ekonomis inilah yang akan menentukan jadi tidaknya kita membeli rumah tersebut. Yang perlu jadi bahan pertimbangan adalah luas tanah dan bangunannya dibandingkan dengan harga yang ditawarkan serta kemampuan keuangan kita sendiri. Utamakan memilih luas tanah yang lebih besar dengan harga yang sama meskipun luas bangunannya lebih kecil, karena cepat atau lambat kita pasti akan merenovasi rumah yang kita tempati.
Kamis, Juli 26, 2007
Akhirnya… Jadi juga punya rumah sendiri…
Senin kemarin, 23 Juli 2007 bisa dikatakan hari yang bersejarah dalam perjalanan rumah tangga yang saya dan istri saya bina. Pada hari itu, sekitar jam 13.00 WIB, kami berdua melaksanakan realisasi jual beli rumah dengan pihak developer dan realisasi kredit dengan pihak bank di hadapan notaris.
Proses dari mulai mencari rumah yang cocok sampai realisasi tersebut memakan waktu yang lumayan lama juga yaitu sekitar 7 bulan. Awalnya sekitar bulan Desember 2006 dan Januari 2007 istri saya datang ke Surabaya dan kami mulai berkeliling kota Surabaya dan Sidoarjo untuk melihat-lihat proyek perumahan yang ada di kota ini.
Beberapa perumahan yang sempat kami sambangi pada saat itu diantaranya adalah perumahan Citra Raya di barat Surabaya (tentu saja kami ke sana mengunjungi cluster Bukit Palma, cluster termurah yang dipasarkan oleh Citra Raya); Graha Tirta, Delta Wedoro, Delta Sari Baru, Papyrus Regency dan Taman Pondok Jati yang berada dekat bundaran Waru, perbatasan Surabaya dengan Sidoarjo; Puri Surya Jaya di Gedangan, di jalur utama antara Surabaya dan Sidoarjo; Taman Tiara, Citra Garden dan Pondok Jati di pusat kota Sidoarjo; sampai Citra Harmoni di Krian ke arah Mojokerto.
Setelah selesai ngubeng-ngubeng Surabaya dan Sidoarjo selama beberapa hari, mengumpulkan berbagai keterangan dari brosur, tanya-tanya ke marketingnya, dan hasil pengamatan langsung ke unit rumah yang ditawarkan, kami lalu melanjutkan proses pemilihan rumah dengan pengisian check list dan penilaian dengan sistem scoring untuk mendapatkan perumahan dengan nilai score tertinggi sesuai kriteria yang telah kami tetapkan sebelumnya. Hasilnya, kami memutuskan untuk memilih perumahan Puri Surya Jaya yang terletak di Gedangan, Sidoarjo.
Selanjutnya, setelah menetapkan pilihan, kami langsung menindaklanjutinya dengan memberikan tanda jadi, menandatangani surat perjanjian pembelian, dan mulai mengangsur uang muka. Bersamaan dengan pengangsuran uang muka, kami pun mulai mengevaluasi tawaran KPR dari beberapa bank untuk mendapatkan pilihan yang terbaik (dan paling menguntungkan) dari program-program KPR yang ditawarkan. Berdasarkan bunga yang dikenakan yaitu sebesar 8% fixed 1 tahun, yang merupakan tawaran bunga KPR terendah sampai saat tulisan ini dibuat, kami memutuskan untuk ikut program KPR dari bank Mandiri.
Pengajuan kredit pun dimulai, berkas-berkas yang diminta oleh bank Mandiri kami kumpulkan dan sampaikan ke bank Mandiri untuk diproses lebih lanjut. Proses persetujuan kreditnya sendiri memakan waktu sekitar 1 bulan. Setelah KPR disetujui, yang kami lakukan hanya menunggu rumah yang kami pesan selesai dibangun (sambil tetap mencicil angsuran uang muka tentunya).
Minggu ketiga bulan Juni rumah kami selesai dibangun, kami lalu meminta pihak developer untuk menjadwalkan realisasi jual beli tanah dan bangunan sekaligus realisasi kredit dengan bank Mandiri. Setelah jadwal realisasi ditetapkan, giliran kami yang harus memenuhi kewajiban pelunasan pembayaran uang muka dan biaya-biaya lain. Biaya-biaya yang harus dibayar melalui developer diantaranya adalah BPHTB, AJB+BBN, dan PBB sedangkan biaya-biaya yang harus dibayar melalui bank adalah biaya administrasi, provisi, asuransi jiwa dan kerugian, dan biaya notaris.
Akhirnya, waktu yang ditentukan untuk realisasi pun tiba, setelah makan siang, saya dan istri saya segera menuju kantor bank Mandiri Genteng Kali Surabaya untuk proses realisasi. Pertama-tama kami diminta melengkapi administrasi dengan pihak bank berupa penandatanganan beberapa berkas terkait perjanjian kredit, kemudian notaris yang ditunjuk menjelaskan mengenai proses realisasi jual beli tanah dan bangunan yang akan dilaksanakan dan dilanjutkan dengan penandatanganan beberapa berkas legal terkait proses jual beli dan perjanjian kredit dengan bank Mandiri tersebut.
Setelah semua urusan dengan notaris selesai, developer memberikan 2 set kunci rumah yang kami beli kepada kami berdua. Akhirnya… jadi juga kami punya rumah sendiri… (walaupun masih kredit).
Proses dari mulai mencari rumah yang cocok sampai realisasi tersebut memakan waktu yang lumayan lama juga yaitu sekitar 7 bulan. Awalnya sekitar bulan Desember 2006 dan Januari 2007 istri saya datang ke Surabaya dan kami mulai berkeliling kota Surabaya dan Sidoarjo untuk melihat-lihat proyek perumahan yang ada di kota ini.
Beberapa perumahan yang sempat kami sambangi pada saat itu diantaranya adalah perumahan Citra Raya di barat Surabaya (tentu saja kami ke sana mengunjungi cluster Bukit Palma, cluster termurah yang dipasarkan oleh Citra Raya); Graha Tirta, Delta Wedoro, Delta Sari Baru, Papyrus Regency dan Taman Pondok Jati yang berada dekat bundaran Waru, perbatasan Surabaya dengan Sidoarjo; Puri Surya Jaya di Gedangan, di jalur utama antara Surabaya dan Sidoarjo; Taman Tiara, Citra Garden dan Pondok Jati di pusat kota Sidoarjo; sampai Citra Harmoni di Krian ke arah Mojokerto.
Setelah selesai ngubeng-ngubeng Surabaya dan Sidoarjo selama beberapa hari, mengumpulkan berbagai keterangan dari brosur, tanya-tanya ke marketingnya, dan hasil pengamatan langsung ke unit rumah yang ditawarkan, kami lalu melanjutkan proses pemilihan rumah dengan pengisian check list dan penilaian dengan sistem scoring untuk mendapatkan perumahan dengan nilai score tertinggi sesuai kriteria yang telah kami tetapkan sebelumnya. Hasilnya, kami memutuskan untuk memilih perumahan Puri Surya Jaya yang terletak di Gedangan, Sidoarjo.
Selanjutnya, setelah menetapkan pilihan, kami langsung menindaklanjutinya dengan memberikan tanda jadi, menandatangani surat perjanjian pembelian, dan mulai mengangsur uang muka. Bersamaan dengan pengangsuran uang muka, kami pun mulai mengevaluasi tawaran KPR dari beberapa bank untuk mendapatkan pilihan yang terbaik (dan paling menguntungkan) dari program-program KPR yang ditawarkan. Berdasarkan bunga yang dikenakan yaitu sebesar 8% fixed 1 tahun, yang merupakan tawaran bunga KPR terendah sampai saat tulisan ini dibuat, kami memutuskan untuk ikut program KPR dari bank Mandiri.
Pengajuan kredit pun dimulai, berkas-berkas yang diminta oleh bank Mandiri kami kumpulkan dan sampaikan ke bank Mandiri untuk diproses lebih lanjut. Proses persetujuan kreditnya sendiri memakan waktu sekitar 1 bulan. Setelah KPR disetujui, yang kami lakukan hanya menunggu rumah yang kami pesan selesai dibangun (sambil tetap mencicil angsuran uang muka tentunya).
Minggu ketiga bulan Juni rumah kami selesai dibangun, kami lalu meminta pihak developer untuk menjadwalkan realisasi jual beli tanah dan bangunan sekaligus realisasi kredit dengan bank Mandiri. Setelah jadwal realisasi ditetapkan, giliran kami yang harus memenuhi kewajiban pelunasan pembayaran uang muka dan biaya-biaya lain. Biaya-biaya yang harus dibayar melalui developer diantaranya adalah BPHTB, AJB+BBN, dan PBB sedangkan biaya-biaya yang harus dibayar melalui bank adalah biaya administrasi, provisi, asuransi jiwa dan kerugian, dan biaya notaris.
Akhirnya, waktu yang ditentukan untuk realisasi pun tiba, setelah makan siang, saya dan istri saya segera menuju kantor bank Mandiri Genteng Kali Surabaya untuk proses realisasi. Pertama-tama kami diminta melengkapi administrasi dengan pihak bank berupa penandatanganan beberapa berkas terkait perjanjian kredit, kemudian notaris yang ditunjuk menjelaskan mengenai proses realisasi jual beli tanah dan bangunan yang akan dilaksanakan dan dilanjutkan dengan penandatanganan beberapa berkas legal terkait proses jual beli dan perjanjian kredit dengan bank Mandiri tersebut.
Setelah semua urusan dengan notaris selesai, developer memberikan 2 set kunci rumah yang kami beli kepada kami berdua. Akhirnya… jadi juga kami punya rumah sendiri… (walaupun masih kredit).
Rabu, Juli 25, 2007
Selamat Datang
Selamat Datang di Dunia Priswanto, sebuah blog tentang segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan seorang anak manusia yang biasa-biasa saja bernama Budi Priswanto, yah… saya sendiri. Narsis memang, tapi memang itulah tujuan utama dibuatnya blog ini, sebagai media untuk mencurahkan pengalaman, pengetahuan, pendapat, ide, atau apapun yang terlintas di pikiran saya terkait dengan hal-hal yang saya alami di kehidupan nyata dalam bentuk sebuah tulisan, mulai dari yang sangat tidak penting, tidak penting dan (mudah-mudahan) cukup penting untuk orang lain yang telah berbaik hati mampir dan bertamasya di Dunia Priswanto.
Sesuai dengan blue print dari Dunia Priswanto yang saat tulisan ini dibuat masih berada dalam imajinasi saya, Dunia Priswanto akan terdiri atas lima wilayah regional utama yaitu dunia priswanto, milestone, mind spark, jalan-jalan, dan petroleum, gas, and chemical engineering. Dunia priswanto memuat hal-hal yang berbau administrasi atau informasi perubahan-perubahan pada Dunia Priswanto, milestone adalah tulisan mengenai kejadian penting dalam perjalanan hidup saya, mind spark berisi segala sesuatu yang terlintas di pikiran saya, jalan-jalan terfokus pada kegiatan traveling yang pernah saya lakukan, dan petroleum, gas and chemical engineering akan bercerita tentang hal-hal yang terkait dengan disiplin ilmu yang saya (coba) dalami.
Saya berusaha untuk menjadikan Dunia Priswanto sebagai tempat yang demokratis sehingga pujian, saran, komentar, kritik, cacian, makian, atau umpatan yang disampaikan di Dunia Priswanto akan saya terima (mudah-mudahan) dengan lapang hati.
Kepada mereka yang telah menyempatkan diri berkunjung ke Dunia Priswanto dan bermurah hati memberikan pujian, saran, komentar, kritik, cacian, makian, atau umpatan di Dunia Priswanto, saya ucapkan ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena bagi saya hal itu menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya kepada saya.
Akhirnya saya ucapkan selamat menjelajahi Dunia Priswanto, semoga anda membawa kenangan yang indah ketika meninggalkan Dunia Priswanto sehingga mau kembali berkunjung ke tempat ini.
Salam Hangat,
Budi Priswanto
Sesuai dengan blue print dari Dunia Priswanto yang saat tulisan ini dibuat masih berada dalam imajinasi saya, Dunia Priswanto akan terdiri atas lima wilayah regional utama yaitu dunia priswanto, milestone, mind spark, jalan-jalan, dan petroleum, gas, and chemical engineering. Dunia priswanto memuat hal-hal yang berbau administrasi atau informasi perubahan-perubahan pada Dunia Priswanto, milestone adalah tulisan mengenai kejadian penting dalam perjalanan hidup saya, mind spark berisi segala sesuatu yang terlintas di pikiran saya, jalan-jalan terfokus pada kegiatan traveling yang pernah saya lakukan, dan petroleum, gas and chemical engineering akan bercerita tentang hal-hal yang terkait dengan disiplin ilmu yang saya (coba) dalami.
Saya berusaha untuk menjadikan Dunia Priswanto sebagai tempat yang demokratis sehingga pujian, saran, komentar, kritik, cacian, makian, atau umpatan yang disampaikan di Dunia Priswanto akan saya terima (mudah-mudahan) dengan lapang hati.
Kepada mereka yang telah menyempatkan diri berkunjung ke Dunia Priswanto dan bermurah hati memberikan pujian, saran, komentar, kritik, cacian, makian, atau umpatan di Dunia Priswanto, saya ucapkan ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena bagi saya hal itu menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya kepada saya.
Akhirnya saya ucapkan selamat menjelajahi Dunia Priswanto, semoga anda membawa kenangan yang indah ketika meninggalkan Dunia Priswanto sehingga mau kembali berkunjung ke tempat ini.
Salam Hangat,
Budi Priswanto
Langganan:
Postingan (Atom)